Rabu, 18 Desember 2013

Cerpen Thini



FINALLY…

Ku genggam erat telepon nirkabel yang saat itu aku genggam, hingga sejenak kemudian aku menjatuhkannya secara perlahan.Jack baru saja menelponku sejam yang lalu.Tapi kini aku hanya terdiam, dan butiran-butiran air mataku jatuh dengan sendirinya. Padahal baru saja aku dan Jack merencanakan ingin pergi ke danau sesampainya ia dan keluarganya disini. Namun nyatanya rencana kamipun pupus.Dengan hati yang hampa serta perasaan campur aduk, aku pergi ke rumah Jack.Aku benar-benar tidak bisa mempercayai ini semua.Jack, ayah, dan ibunya terbujur kaku dihadapanku.Kecelakaan bedebah itu telah merenggut nyawa Jackku.Air mataku tak terhentikan lagi.Aku mengenal baik Jack dan keluarganya.Sudah setahun lebih pula aku dan Jack menjalani hubungan serius. Bahkan kami merencanakan akan menikah tahun depan, tepat dua tahun kami berhubungan. Tapi semua itu sirna karena saat ini juga aku sendiri yang mengantar jenazah Jack hingga batu nisan ditancapkan diatas tempatnya bersemayam kini.
            Sejak saat itu aku mulai membenci naik mobil.Aku benci mengingat kecelakaan maut yang merenggut nyawa kekasihku.Bahkan, burung-burungpun juga sepertinya tak menyukainya.Tak menyukai saat aku datang dan duduk di bangku samping danau seorang diri.Sepertinya mereka tak mau bernyanyi lagi karena tidak pernah melihat aku bersama dengan Jack.Aku benci keadaan ini.Aku ingin mengakhirinya saja.Aku ingin Jackku kembali.
“Lorna, apa kau sudah melupakanku?”
“Jack…. Apa kau benar-benar Jack? Jack Martin?”
“Iya, sayang.Ini aku.Aku disini untukmu.”
“Jack, aku merindukanmu.”
Berulang kali aku mengucapkan kata-kata itu.Bahkan air mataku ikut menetes.Benar, aku sangat merindukan Jack.Namun, tiba-tiba terdengar suara mama mengetuk pintu kamarku, dan aku terbangun.Aku menjumpai bantal yang aku pakai basah karena air mataku yang ternyata benar-benar mengalir.
“Iya, Ma.” Aku segera menjawab ketukan mamaku.Kemudian aku langsung keluar dari kamar dan menghampiri mamaku.“Saatnya sarapan, sayang. Papa dan Hyna sudah menunggu di bawah.” Seperti biasa, mama selalu menghampiri aku di kamar untuk memastikan bahwa aku makan secara teratur. “Ok, sayang. Sebaiknya bersihkan dulu wajahmu, mama tunggu di bawah.” Mama meninggalkan aku kemudian bergegas langsung ke meja makan.
                Entah mengapa hari ini aku sama sekali tidak nafsu makan. Aku terus saja memikirkan pertemuanku dengan Jack beberapa saat yang lalu.“Ada apa denganmu? Memangnya kau pikir yang ada di piringmu itu apa? Kau terus saja mengaduknya tanpa memasukkan sesuappun ke mulutmu!”Hyna membuat jantungku hampir copot. “Ayolah, Lorna, jangan buat papa menjadi khawatir begini. Papa tahu kamu sangat menyayangi Jack. Tapi, apa tidak sebaiknya kamu melupakan saja dia. Akan papa kenalkan kamu kepada anak dari salah satu rekan bisnis papa. Bagaimana?” Papa berbicara seolah ia tahu betapa putri sulungnya ini menderita. “Tidak akan semudah itu melupakan Jack, Papa.” Aku meninggalkan ruang makan dengan muka kecewa.Kecewa karena ternyata taka da satupun yang mengerti aku.
                Setelah selesai membersihkan diri, aku langsung pergi ke danau, tempat dimana aku dan Jack sering menghabiskan waktu bersama dulu.Namun, sudah tiga bulan ini aku hanya sendirian setiap kali datang kemari. Aku hampir sampai di bangku yang terletak dibawah pohon besar dimana aku dan Jack biasa bercanda ria bersama di danau ini. “Jack!” Langkahku terhenti saat aku melihat sesosok pria dengan kemeja putih sedang duduk bersandar di bangku itu.Memang bangku dan tempat itu bukan milik kami.Namun, tidak pernah ada seorangpun yang menempatinya selain aku dan Jack karena sepertinya semua orang tahu tentang aku dan Jack.Tapi, siapa laki-laki itu?Ia mirip sekali dengan Jack meski aku hanya melihatnya dari sisi belakang. Aku terpaku menyaksikan semua ini. Aku berlari dan langsung memeluk laki-laki itu karena aku yakin bahwa ia pasti adalah Jack yang sudah menungguku sejak tadi.
“Jack, kau kembali.Kau benar-benar kembali.Maaf aku terlambat menghampirimu.Sejak kapan kau menungguku disini?” sambil terisak-isak aku memeluk erat laki-laki itu dari belakang. Aku menjadi sangat yakin ketika kehangatan yang aku rasakan saat ini benar-benar persis seperti apa yang aku rasakan bersama Jack. Dan tidak ada dekapan sehangat ini selain dekapan Jack.“Aku tidak sedang menunggu siapa-siapa. Aku hanya sedang ingin menikmati pemandangan ini.” Aku tercengang mendengar ucapannya, namun tetap tidak kulepaskan pelukanku.“Tentu!Tentu saja, Jack.Kau ingin melihat pemandangan disini, dan tentunya bersamaku, bukan?” air mataku terus mengalir. Tiba-tiba ia melepaskan tanganku dari dirinya secara perlahan. “Siapa tadi kau bilang? Jack? Aku Ryan. Ryan Smith. Dan, maaf, aku sama sekali tidak mengenalmu.”
“Jangan bercanda kau, Jack! Aku tahu siapa kau! Dan aku yakin kau adalah Jack, kekasihku.” Sambil terus menguraikan air mata aku berusaha memberinya keyakinan, tapi sepertinya ia memang benar-benar sudah melupakan aku. “Maaf, nona.Mungkin kau salah orang.Sekali lagi aku tegaskan, aku adalah Ryan. Bukan Jack! Dan, kita belum pernah bertemu sebelumnya.”“Tapi, jika benar kau bukan Jack, lantas untuk apa kau datang kemari?” aku tetap tidak percaya.“Bukankah sudah kukatakan tadi bahwa aku hanya ingin melihat pemandangan disini? Kau gila!”
                Sungguh aku tidak percaya ini. Tapi apa mungkin ia benar bahwa aku benar-benar sudah gila? Ah, rasanya otakku waras-waras saja. Tapi, siapa laki-laki itu?Ia sangat mirip dengan Jack, baik dari sisi manapun. Kecuali satu hal, dia sedikit kasar.Karena Jack tidak pernah mengataiku gila meski terkadang aku benar-benar berbuat gila.
Tuhan… apa ini adalah jawaban dari mimpiku semalam? Apa Kau benar-benar mengirimnya kembali untukku? Ah…. Tapi bukankah dia tidak pernah mengenaliku?Bahkan dia mengatakan padaku bahwa aku gila. Baiklah, sudah kuputuskan bahwa aku akan mencari tahu tentang laki-laki mirip Jack yang mengaku bernama Ryan Smith itu. Dan, aku yakin aku akan segera mengetahui siapa sebenarnya orang asing yang membuat hatiku menjadi galau seperti ini.
*****
                Sepertinya semua orang sudah menungguku di mobil, aku harus segera bergegas.Meski aku membenci untuk naik mobil, tapi sepertinya trauma itu sudah agak menghilang secara perlahan. Aku, mama, papa, dan Hyna segera beranjak menuju Delicious Restaurant untuk memenuhi undangan makan malam teman papa yang katanya sekaligus akan memperkenalkan aku kepada anak tunggal teman papa yang baru saja pulang dari Belanda setelah selesai menyelesaikan studynya. Tepat pukul 08.00 malam kami sampai di restoran tersebut.Dan beberapa orang telah menunggu kami di meja yang sepertinya telah dipesan khusus untuk keluarga kami dan keluarga mereka.Seorang pria 45 tahunan tersenyum kepada kami dan langsung menyapa kami, “hai, Peter Jhonson! Well, halo semuanya!” “oh, Rudy Smith, apa kabar?” balas papaku dengan nada riang gembira seolah mereka tak pernah berjumpa sepuluh tahun lamanya. “Silahkan duduk!” paman itu mulai berbasa-basi.“Oh, tentu!Terima kasih!” dan kamipun langsung duduk di kursi yang telah disediakan. Kemudian Tuan Rudy Smith menjentikkan jari tangannya untuk memanggil pelayan restoran yang berseragam hitam putih yang mengenakan tanda pengenal di sebelah kiri dadanya yang akhirnya kuketahui ia bernama Jane Hunter. “Maaf, nona Hunter, bisakah kau memberikan kami menu special hari ini, please?” dengan nada ramah Tuan Smith menyuruh pelayan tersebut. Dan Jane Hunter segera menuju ke dapur restoran dan beberapa saat kemudian ia menyediakan beberapa makanan di meja kami. Aneka masakan daging dan beberapa salad disediakan sesuai dengan pesanan kami. Kamipun memulai menikmati hidangan-hidangan tersebut. Di sela-sela makan malam kami, Tuan Smith memulai percakapan,
“oh, putrimu cantik-cantik, Johnson. Siapa nama mereka?”
“Yang ini putri sulungku, Lorna.Dan, si bungsu, Hyna.”
“Halo!” aku dan Hyna tersenyum kepada Tuan Smith dan keluarganya.
“Anakmu juga sangat tampan, hmm dan kau pasti Ryan.Ryan Smith, bukan?” papaku mulai ikut-ikutan menyanjung rekan bisnis yang sekaligus teman lamanya itu.
                Aku langsung tersedak begitu papa mengatakan nama laki-laki itu. Ryan Smith, nama yang sangat ku ingat. Tapi, betapa bodohnya aku yang tak menyadari hal ini.Tak menyadari wajah pria itu sejak tadi.Beberapa pikiran melayang-layang di kepalaku.“Apa? Kau Ryan Smith? Ryan Smith yang….” “ah… ya ya ya aku ingat. Kau Lorna, wanita yang secara tiba-tiba memelukku dan menangis karena mengira aku kekasihmu itu kan? Hhhh bagaimana? Apa kau masih ingin memelukku lagi seperti itu?” Benar-benar, laki-laki itu menyerobot begitu saja ucapanku.Membuat aku malu saja. Dasar menyebalkan! “Jadi, kalian sudah pernah bertemu sebelumnya?” Tuan Smith menanggapi seolah ia tak mendengar putranya baru saja mempermalukan aku di depan semuanya.“Iya, Daddy, aku dan Lorna memang sudah pernah bertemu. Beberapa hari yang lalu aku dan Lorna tidak sengaja bertemu di taman sekitar danau di pinggir kota.”Jack palsu itu menjelaskan kepada ayahnya dengan perasaan riang gembira. “Maaf, aku ingin ke toilet sebentar.” Aku menyela pembicaraan mereka, karena aku benar-benar muak. Melihat orang itu, membuat kegundahanku kembali. Entah aku harus bahagia karena dia memenuhi sosok Jack yang aku rindukan atau aku harus bersedih karena dengan melihatnya, aku jadi ingat tentang Jack. Sungguh, aku tidak mengerti. Ku tatap wajahku di depan cermin toilet yang ada di restoran itu. Wajah yang tampak bodoh.Wajah yang membosankan.“Ada apa Lorna? Kau sakit?” tiba-tiba saja suara Hyna menyadarkanku yang sudah kurang lebih lima belas menit menatapi wajahku sendiri di depan cermin sambil memikirkan banyak hal tentang Jack dan kehadiran pria itu. Namun, tak lama kemudian aku dan Hyna kembali ke meja makan dan melanjutkan makan kami. Tiba-tiba papa membuat aku tersedak kembali saat ia bilang bahwa sebenarnya aku dan Ryan sudah dijodohkan jauh sebelum aku mengenal Jack. Dan yang lebih parah, Ryan sudah tahu sejak dulu dan ia menyetujuinya. “Apa? Mengapa Papa baru bilang sekarang? Dan mengapa Papa bisa mempunyai pikiran bahwa aku akan setuju dengan ini semua?” terlalu kencang aku bicara hingga tamu-tamu di restoran itu mengarahkan mata mereka kearah meja kami. Tapi, aku sama sekali tidak peduli dengan ini semua. Aku sangat marah dan kecewa kepada papa.

                Mungkin Hyna merasa kasihan padaku hingga malam ini ia memutuskan untuk menemani aku tidur di kamarku. “Mengapa kau bersedih, Lorna?Bukankah seharusnya kau bahagia? Jujur, tadi aku juga sangat terkejut mendengar papa bicara seperti itu. Tapi, kau harus tahu, papa hanya menginginkan kebahagiaan ada padamu, Lorna. Menurutku itu tidak terlalu buruk, Ryan pemuda yang baik, ramah, tampan, dan coba kau perhatikan wajahnya. Ada beberapa kemiripan antara wajahnya dengan wajah Jack. ”Hyna mencoba bersikap lebih dewasa untuk menghiburku. “Maka dari itu, Hyna. Aku tidak ingin karena ia sangat mirip dengan Jack. Bahkan ia pernah mengataiku gila karena aku pernah salah mengira dirinya. Aku kalap, aku pikir dia Jack yang sedang menungguku di bangku di pinggir danau. Aku langsung memeluknya begitu saja dari belakang. Namun, yang lebih anehnya lagi, saat aku menatap wajahnyapun aku masih tetap mengira bahwa dia adalah Jackku. Tapi, aku akan mencoba. Ya, aku tahu aku tidak boleh terlalu terpuruk. Aku harus bangkit karena masa depan yang bahagia pasti sudah menungguku di depan sana. Meski bukan dengan Jack. Dan, siapa tahu masa depanku ada pada Ryan. Jadi, aku akan mencoba menyetujuinya pula dan akan lebih dekat dengannya seperti apa yang mereka semua inginkan. Bukankah memang harusnya begitu, Hyna?” Hyna yang sedari tadi mendengarkanku dengan seksama akhirnya memberi komentar terakhir, “tentu, Lorna! Tapi kau tidak boleh mencintai Ryan hanya karena dia mirip dengan Jack. Jack adalah Jack, dan Ryan adalah Ryan. Jika kau mulai mencintainya hanya karena ada kemiripan antara Ryan dengan Jack saja, maka itu hanya akan melukainya saja. Dan, harus kau tahu, saat kau berhasil membuat orang lain terluka, maka kau akan merasakannya sejuta kali lebih pedih, percayalah! Bukan aku bermaksud untuk menggurui kakakku, tapi coba kau pikirkan perkataan dari adik yang sangat menyayangimu ini, Lorna.” “iya, adikku sayang.” Kemudian aku dan Hyna saling berpelukan sebelum akhirnya kami tertidur di kasurku yang ekstra nyaman ini.

                Ternyata benar, bahwa aku bisa mencintainya. Mencintai Ryan secara perlahan dan tulus dari dalam hatiku. Ia berhasil membuat aku untuk menyerahkan hatiku padanya. Meski awalnya aku hanya melihat Jack pada dirinya, tapi sekarang Ryan benar-benar sudah berhasil membuatku terpesona dengan segala perlakuannya padaku. Aku benar-benar sangat bahagia. Aku juga sudah meminta maaf pada papaku atas kejadian di restoran waktu itu. Dan, Hyna kini sudah tamat SMA, dan ia masuk ke fakultas hukum, sesuai dengan cita-citanya semasa kecil. Hyna sangat ingin menjadi pengacara. Tidak seperti aku yang hanya memiliki kemampuan untuk menulis. Dan, kini aku berhasil menerbitkan sebuah novel cinta berisi tentang perjalanan hidupku bersama Jack dan Ryan, keduanya sangat berarti bagiku. Dan, aku mencintai dan bahkan sangat mencintai keduanya. Walaupun kini aku berbahagia dengan Ryan, tapi sepertinya Jack senang melihatnya. Aku juga tak akan pernah melupakan Jack. Semoga Jack bisa merelakan aku dan tersenyum manis pada kebahagiaanku bersama Ryan, aku tahu Jack mengerti. Dan, aku berharap semoga Jack hadir ke pesta pernikahan aku dan Ryan minggu depan. Sekali lagi, buku yang aku ciptakan aku persembahkan untuk kedua kekasih hatiku, Jack dan Ryan. Dan, kini aku mulai percaya bahwa cinta akan datang secara perlahan. Mulai dari setetes darah hingga menjadi segumpal hati. Dan, sampai kapanpun, cinta yang sudah berhasil tertanam di hati, tidak akan mudah hilang. Cinta…. Meski antara Jack dan Ryan menempati singgasana hatiku dengan cara berbeda, keduanya kini menjadi benar-benar sangat berarti bagiku. Jack… cinta yang berhasil menyentuhku dalam satu waktu. Dan, ternyata tetap tidak berkurang hingga kini meski kami ada di dunia yang berbeda. Dan Ryan… cinta datang padaku secara pelan dan perlahan, namun aku percaya cintanya juga akan kekal di hatiku. Tapi Jack, meski kini aku sangat mencintai Ryan, aku bahagia bersamanya,  remember that I always love you, babe…. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar